Semoga kasih dan sayang Allah
selalu tercurah pada kita yang sedang bertukar cinta di taman iman. Sebelum
kuteruskan surat ini, terlebih dahulu aku ingin minta maaf padamu karena lama
tak menyuratimu. Bulan ini genap dua tahun surat itu kuputus. Jangan ditanya
sebab-karena. Setelah surat yang ke 30, aku hanya ingin menuliskannya kembali
saat kau telah datang menjemput hatiku.
Marhaban fii qolbi wa hayati, Ya
Zauji Mahbubah... :) :)
****
Imam, bukankah dalam suratku yang
ke 29 aku sudah bercerita soal kekhawatiranku tentang jalan pertemuan kita? Sungguh aku cemas sekali. Aku
takut terjebak ke dalam lembah maksiat yang mengerikan. Untung saja kau
menjemputku dengan cara yang santun, bahkan selesai khitbah pun kau sama sekali
tak membuatku melambung dengan buaian kata-kata. Untuk itu aku sangat berterima
kasih kepadamu.
Banyak orang yang tak percaya
dengan pernikahan kita. Bahkan satu dua ada yang memperkirakan pernikahan kita
tidak akan bertahan lama mengingat cara jadian kita yang tak masuk akal,
setidaknya bagi mereka yang awam. NEKAT! Kata yang satu ini riuh terdengar. Mungkin
memang benar, aku nekat menerimamu tanpa perlu memperpanjang kalam dan pendekatan
watak yang menahun. Kurasa kau juga begitu. Tapi seperti katamu, dengan niat
Lillahi Ta’ala, Insya Allah kita akan mampu melumpuhkan praduga orang-orang.
Baiklah, Imam..
Karena keberanianmu menghadap dan
menjabat tangan waliku, maka sejak akad itu tertunai aku seutuhnya milikmu. Kau
perlu tau, terkadang aku keras kepala dan kekanakan, untuk itulah kau perlu
hadir dengan segala kedewasaan watak dan emosi yang kau miliki. Ini jemariku,
genggamlah untuk bersama menatap surga. Ini pundakku, rangkullah untuk berdua
menapaki jalan cinta yang diridhoi..
Sampai ketemu di suratku
berikutnya.. ;)
Mengawali 2016
Di bawah cerahnya langit Kota
Bengkulu.
Langganan:
Postingan (Atom)