Search


Tak banyak orang yang kenal. Padahal namanya masyhur hingga ke penjuru Persia beberapa abad silam. Dialah Barus, kota kecil yang berada di pojok Barat Sumatera, tepatnya di Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Ia pernah menjadi pusat imperium perdagangan dan pelabuhan internasional, sebab wewangian yang dihasilkannya menusuk hingga ke hidung Jazirah Arab. Tak heran jika Barus akhirnya menjadi daerah wasilah masuknya Islam di Nusantara.

Sebagai daerah pesisir, tentu saja kekayaan alam andalannya adalah laut. Eksotismenya tetap saja memiliki sensasi yang berbeda sekalipun dunia tak banyak membicarakannya. Sebut saja Pulo Karang. Ia adalah pulau yang tak berpenghuni namun diminati para nelayan sebagai tempat persinggahan. Hamparan pasir putihnya ditaburi ribuan karang dengan berbagai macam bentuk. Kejernihan airnya membuat hati tak ingin menolak untuk mandi. Butuh waktu satu jam untuk sampai dari desa Tambak ke Pulo Karang ini dengan speed boat. Melahap sombom* dengan nasi hangat di bibir pantainya akan membuat diri sejenak melupakan diet.



Tak hanya itu, kita juga bisa menyisir Pulo Mursala dengan jarak tempuh kurang lebih dua jam dari desa Tambak, Barus. Pulau ini akan membuat kita berdecak kagum menyaksikan air terjun yang tumpah ruah ke permukaan laut. Bayangkan saja bagaimana eksotiknya air terjun di tengah lautan. Pantai Kade Tigo dan Pantai Pulo Pane juga layak dinikmati ketika kaki telah berpijak di tanah Barus.


Uniknya, meski Barus tergolong daerah pesisir, tak hanya wisata pantai yang menjadi primadona. Ia juga menjadi lokasi wisata religi. Sebagai daerah pertama kalinya Islam masuk di Nusantara, Barus mewarisi peninggalan sejarah Islam berupa puluhan makam kuno yang tersebar di beberapa desa. Makam-makam itu menjadi bukti jayanya peradaban Barus dahulu. Di antara makam yang sering dikunjungi para wisatawan baik lokal maupun luar adalah Makam Mahligai dan Makam Papan Tinggi. Untuk sampai di Makam Papan Tinggi ini, kita butuh tenaga ekstra untuk menaklukkan tujuh ratus lebih anak tangga. Sebab makam ini terletak di puncak bukit dengan ketinggian kurang lebih dua ratusan meter di atas permukaan laut. Adapun Makam Mahligai, ia terletak di bukit yang tidak begitu tinggi sehingga bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun empat.

Untuk sampai di Barus yang penuh pesona ini, para pelancong bisa menempuh perjalanan udara dari Jakarta menuju Bandara Kuala Namu, Medan, dengan berbagai masakapai penerbangan seperti Garuda, Lion, Citilink, dan sebagainya. Dari Medan kita harus menempuh jalur darat dengan perjalanan kurang lebih delapan jam. Jika terasa berat, saat ini Bandara Soekarno-Hatta juga telah menyediakan pesawat langsung ke Bandara Ferdinan Lumban Tobing, Pinang Sori dengan maskapai Garuda. Dari sana kita hanya perlu waktu tiga jam naik mini bus menuju Barus.

Sebagai warga negara yang teramat cinta dengan tanah air Indonesia, tentu saja saya ingin menjejali seluruh pelosok nusantara ini. Namun saat ini yang paling saya dambakan adalah menginjakkan kaki di Pantai Pink dan Pucak Rinjani Lombok. Pertama karena pink adalah warnak favorit saya. Kedua, saya penasaran apakah pasir di pantai itu benar-benar pink atau tidak. Sehingga saya terpantik untuk mengetahui muasalnya dari penduduk setempat. Sedangkan Rinjani selalu memanggil jiwa saya untuk menikmati keindahan tanah Lombok dari puncaknya. Saya sangat berharap airpaz berkenan memberikan saya tiket gratis ke sana dengan maskapai Garuda Indonesia, agar impian ini segera tuntas.