Search

“Malu bertanya sesat di jalan”
Mungkin pepatah ini telah usang, kalah pamor dengan google map. Di zaman canggih begini manusia seakan tak ada lagi gunanya. Apa-apa serba internet. Cari Pom Bensin tanya gugel map, cari alamat tanya gugel earth, besok-besok main petak umpet pun mungkin pake gugel map, demi mencari si Anu yang sembunyi di kolong meja lalu tertidur pulas karena tak ada lagi nyamuk mengganggu. *korban iklan* :D

Ah ya! Sebetulnya saya bukan ingin membicarakan gugel map dan semacamnya. Tapi belakangan ini entah mengapa sulit sekali bagi saya mengawali sebuah tulisan, hingga akhirnya tertuanglah mukaddimah yang kadang gak nyambung. Seperti malam ini, saya hanya ingin bercerita soal kekonyolan saya yang tak terduga apalagi terencana dengan matang.

Ini malam minggu, tepatnya tanggal 19 Juli 2014 atau setara dengan 21 Ramadhan 1435 H. Saya ada jadwal mengisi kultum sebelum tarawih di Musholla KADP yang saya sendiri belum pernah tau sebelumnya letak dan nama mushollah ini. Sebagai orang baru di kota ini, biasanya sore saya survey dulu lokasinya agar tak tersesat ketika malam menjelang. Tapi kali ini saya hanya mengandalkan petunjuk Lati sambil membayangkan jalan yang dipaparkannya, sebab saya harus packing untuk mudik besok pagi. Sebenarnya urusan packing ini tak begitu lama, yang lama itu nyetrika pakaian yang sudah setinggi gunung Himalaya, *lebaynya kau Liaaaaaaaaa!*.

Akhirnya packing selesai sekitar 20 menit menjelang Isya. Saya langsung berwudhu dan bersiap meluncur ke TKP. Saya menyisir jalan seorang diri sambil menikmati belaian semilir malam yang cukup menusuk tulang. Begitu saya tiba daerah musholla berada, saya bingung di mana letak gangnya. Yang saya ingat kata Lati ada gapura bertuliskan nama mushollah itu di pinggir jalan besar, maka masuklah kesitu dan ikuti alur gang sampai ketemu itu mushollah. Demi menghalau kebingungan yang melanda, saya mencegat seorang bapak tua yang tengah berjalan kaki. Saya bertanya kepadanya di mana musholla itu berada. Naasnya, saya lupa nama mushollahnya. Yang pasti ada KA-nya. Mungkin si pak tua juga bingung dengan pertanyaan yang tak beres, sehingga ia menyarankan untuk saya bertanya ke toko bunga hias. Sambil mengucapkan terima kasih saya berlalu.

Tapi saya sama sekali tak menjalankan saran si bapak, enggan. Saya gas aja si Tomcat perlahan ke depan, hingga akhirnya saya bertemu gapura yang bertuliskan Mushollah KKPD. Dengan haqqul yakin saya masuk ke gang itu dan parkir tepat di halaman mushollah. Dalam hati saya merasa mungkin ustadz yang meminta saya mengisi kultum ini terbalik memberikan nama mushollah, KKPD menjadi KADP.

Dan entah mengapa pula saya sok kalem kali malam itu. Biasanya saya langsung menyapa ibu-ibu, bertanya ini itu. ini tidak. Saya hanya melempar senyum. Setelah sholat Isya jantung saya berdegup. Moderator bukan menyebut nama saya sebagai pengisi kultum, melainkan nama orang lain. Barulah saya bertanya pada ibu sebelah soal keabsahan mushollah ini.

“Mungkin kamu ngisi di mushollah belakang kali, KADP,” ujar si ibu sambil sedikit mengernyitkan dahi, ikut bingung.

“Emang ada ya Bu KADP? Bukannya saya yang terbalik menyebutnya?” saya jantungan. Asli!

“Ada, tuh di belakang gang. Yang ini KKPD. Disana KADP”.

“Astaghfirullah.” Pikiran saya kacau. Pasti yang di sana kecewa atau mungkin menggerutu atas ketidakamanahan saya. Ingin menghubungi pengurus yang mengesms saya, tapi ternyata saya tidak bawa HP. Keputusan harus cepat, ada ragu di sana. Tapi bismillah, tak ada salahnya mencoba. Kalau pun pengurus mushollah itu harus marah saya terima.

Saya langsung menciling lari. Tak peduli dengan tatapan heran jama’ah yang sudah siap mendengarkan ceramah. Untunglah lewat seorang pemuda dan menunjukkan jalan ke KADP. Saya tancap gas dengan pikiran yang kalap, melaju di jalur kanan, dak hampir tak memperhatikan ada parit di mulut gang. Untung saja tak terjadi apa-apa. Begitu tiba di KADP, saya buru-buru bertanya dan klarifikasi pada seorang jamaa’ah yang kebetulan sedang di luar.

“Belum mulai Buk, baru aja siap sholat Isya. Masuklah, biar motornya saya yang parkirkan”.

Tanpa pikir panjang saya serahkan aja tuh motor dan buru-buru naik ke atas. Sandal saya lepas sembarang, tapi jama’ah tadi tanpa sungkan mengambil sandal saya dan meletakkannya di tempat yang baik dan benar. Ah! Malu sekali saya. Pun tak enak hati. Masak iya alas kaki saya di angkat oleh orang yg saya yakin lebih tua dari saya. Owwwhh.!!

Sampai di atas, kembali semua mata tertuju pada saya. Saya merasa macam Barbie yang ketahuan maling ayam. :P. Kala itu, moderator sedang bermukaddimah, saya lega. Meski sebenarnya napas saya masih memburu. Maka demi mencegah keheranan dan kesalahpahaman, sebelum menyampaikan materi saya menggelar konfrensi pers dua menit perihal ketersesatan yang konyol ini. Lalu menyaksikan aneka ragam ekspresi jama’ah yang mengulum senyum. Senyum sejuta arti!